Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengapa Banyak Film Menerapkan CGI dan Bagaimana Dampaknya Terhadap Industri Film

 

“Computer Generated Imagery (CGI) dalam sepuluh tahun terakhir telah mengalami lompatan sedemikian rupa sehingga hari ini, orang mencari-cari film semacam ini untuk memukau penonton dengan teknologi.”.

Pernyataan Avi Arad memang ada benarnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Computer Generated Imagery (CGI) menjadi efek visual utama yang diterapkan dalam banyak film. Computer Generated Imagery (CGI) yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “gambar yang dihasilkan komputer “merupakan objek grafis yang diolah sedemikian rupa menggunakan komputer. Hasil akhir dari pengolahan itulah yang menjadi objek animasi 2D atau 3D.

Film berjudul “Vertigo” yang dirilis pada tahun 1958 karya Alfred Hitchcock tercatat sebagai yang pertama menerapkan efek visual CGI 2D didalamnya. Namun, saat itu penerapan efek visual ini masih jarang digunakan. Belum memadainya ketersediaan perangkat-perangkat teknologi -baik lunak maupun keras- yang mampu mendukung pencitraan visual komputer merupakan salah satu faktornya.

Baru pada tahun 1970-an, penerapan efek CGI dalam industri film mulai memperoleh pengukuhan. Sebuah film pendek yang berjudul “A Computer Animated Hand” karya Edwin Catmull dan Fred Parke pada tahun 1972 yang menerapkan CGI 3D didalamnya mempelopori penerapan efek visual CGI secara masif.

Kemudian, diikuti oleh film “Westworld” pada tahun 1973 yang disutradarai oleh Michael Crichton dan sekuelnya yang berjudul “Future World” di tahun 1976 semakin memantapkan penggunaan teknologi efek visual CGI di industri perfilman.

Film-film live-action populer seperti Star Wars, Jurassic Park, Harry Potter, Terminator, The Lord of The Rings, Interstellar, Avatar, The Avenger, dan lain sebagainya adalah film-film yang menggunakan efek visual CGI.

Tahap Produksi CGI

Memasukkan elemen-elemen CGI dalam sebuah film memerlukan tahapan rumit dan panjang. Membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Secara umum, tahapan-tahapan yang harus dilalui diawali oleh proses pra-visualisasi.

Dalam proses pra-visualisasi, seorang seniman efek visual terlebih dahulu mensimulasikan berbagai aksi langsung dalam adegan-adegan tertentu menggunakan model 3D. Dengan cara ini, sutradara atau sinematografer bisa mendapat pratinjau tentang bagaimana adegan-adegan tertentu akan dibidik dan memungkinkan mereka menguji ide visual dan narasi yang berbeda. Terutama ide visual dan narasi yang sangat kompleks serta sulit untuk diadegankan dalam kehidupan nyata.

Setelah tahap pra-visualisasi selesai, proses kemudian dilanjutkan oleh tahap pemodelan 3D sehingga menghasilkan sebuah objek animasi 3D. Pada tahap ini, seniman akan membuat representasi 3D dari suatu objek, misalnya pegunungan, naga, monster dan lain sebagainya untuk menciptakan realitas virtual.

. Lalu, objek 3D yang sudah diolah sedemikian rupa tersebut dimasukkan ke dalam sebuah adegan. Seperti menambahkan kerumunan penggemar yang bersorak-sorai pada sebuah adegan pertandingan sepakbola. Pada sebuah film, animasi 3D ini digunakan menambahkan atau mengubah objek dalam suatu adegan film.

Finalisasi dari tahapan produksi CGI adalah penambahan efek visual khusus. Efek ini dapat mengubah warna dan intensitas cahaya, mengubah penampilan wajah atau tubuh aktor-aktor dalam suatu adegan. Selain itu, efek khusus juga dapat mensimulasikan efek lingkungan, seperti badai hujan atau langit mendung.

Efek visual khusus CGI ini umumnya dibedakan menjadi 2, yaitu Optical Effects dan Mechanical Effect atau biasa disebut dengan In-Camera Effects. Yang membedakan kedua jenis efek ini ada pada waktu penggunaannya. Optical Effects digunakan ketika proses syuting film selesai. Sedangkan Mechanical Effects atau In-Camera Effects digunakan ketika proses syuting berlangsung.

Proses pembuatan CGI dalam sebuah film sangat bervariasi. Tergantung permintaan dan kebutuhan apakah efek visual yang digunakan tersebut kompleks serta seperti apa jenis efek visual yang akan digunakan tersebut. Jika semakin detail dan realistis suatu objek, maka semakin mahal dan rumit proses pembuatannya.

Pengaruhnya Dalam Industri Perfilman

Anne Crawford, dalam buku yang berjudul “The Digital Turn : Animation in the Age of Digital Technologies” menyebutkan pergeseran yang signifikan dari manual ke digital tiba dalam bentuk citra yang dihasilkan komputer. “Dalam CGI, animasi 3D tercipta melalui perpaduan antara program yang sangat rumit pada komputer seperti modelling, texture-mapping, compositing dan rendering”.

Umumnya, sebuah gambar yang bergerak akan tercipta pada ritme 24 fps (frame per second). Dalam konteks animasi tradisional yang mana dibuat langsung oleh tangan, 24 fps berarti bergeraknya suatu objek gambar yang didalamnya terdapat 24 gambar hasil buatan tangan yang saling bertumpuk dan terkait satu sama lain. Sehingga pada akhirnya menciptakan suatu efek ilusi bergerak yang sebenarnya sulit dicapai dengan cara normal.

Tentu proses pengerjaan semacam itu menghabiskan banyak waktu. Dengan memanfaatkan teknologi CGI, para produser mampu mempercepat proses produksi dan memperindah visual sebuah film. Pengambilan adegan-adegan yang sulit pun kini bisa dilakukan dengan CGI. Tetapi, sebuah film yang menerapkan teknologi ini sangat membutuhkan tenaga komputasi canggih dan alat-alat syuting yang juga tidak sedikit.

CGI bukanlah teknologi yang murah walaupun bisa diandalkan. Melansir berita dari Forbes, sebuah film dengan 150 hingga 250 efek visual yang 1 efek visualnya berdurasi 5 detik, per 1 efek tersebut membutuhkan biaya antara $70 ribu hingga $100 ribu. Bahkan Pirates of the Caribbean: At World’s End menghabiskan uang senilai $1 juta per menit untuk membiayai produksi efek CGI.

Mengutip tirto.id, Dave Clayton, penasihat animasi sebuah rumah produksi efek visual yang bernama Weta Digital, mengungkapkan bahwa dibutuhkan teknologi “raksasa” untuk membuat efek CGI. “Beberapa tahun yang lalu dalam film Return of The King, kami membutuhkan RAM bertenaga 5 terabytes dan 2.300 CPU untuk memproses efek CGI. Dan dalam film Desolation of Smaug, kami mengandalkan 50.000 CPU dan RAM 170 terabytes. Sudah setara dengan gabungan 30.000 laptop standar”.

Hal diatas turut diperkuat oleh James Cameron, sutradara film live-action CGI terkenal “Avatar”. Ia mengatakan bahwa untuk memproses efek CGI dalam filmnya, dibutuhkan prosesor SGI sebanyak 350 keping, 200 keping prosesor DEC Alpha, serta media penyimpanan sebesar 5 terabyte.

Memadukan CGI dalam film bukanlah perkara mudah dan murah. Walaupun mahal, penggunaan CGI yang mampu menghadirkan adegan-adegan memukau tersebut diharapkan pula mampu mendatangkan sukses di pasar.

CGI membantu pembuat film untuk menyampaikan cerita naratif karena memungkinkan mereka untuk membuat elemen-elemen dalam cerita dengan nuansa realisme yang cukup. Karenanya, penonton tidak perlu berusaha keras untuk menguraikan dan memahami jalinan konstruksi narasi realisme dalam film. Faktor inilah yang membuat CGI berdampak secara signifikan dalam industri perfilman.

Unsur-unsur teknis dan non-teknis dalam film turut mempengaruhi dampak CGI terhadap industri perfilman dunia. Memungkinkan konvergensi antara teknologi komputasi dan media visual mempraktekkan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal produksi, distribusi dan penerimaan, serta pergeseran estetika animasi sebuah film.

Post a Comment for "Mengapa Banyak Film Menerapkan CGI dan Bagaimana Dampaknya Terhadap Industri Film"